Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata bumi. Perubahan
iklim atau Climate Change, Pemanasan Dunia atau Global Warming adalah dua kata
yang selama sekitar 15 tahun terakhir ini menjadi hal yang sangat menakutkan
bagi masyarakat di negara-negara yang diuntungkan karena terjadinya Revolusi
Industri yang cenderung materialistis. Bagi sebagian besar orang di Indonesia
yang masih berfikiran tentang mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan
kesejahteraannya saja, 2 kata tersebut bukanlah hal yang menakutkan.
Sebagian besar orang Indonesia masih berfikir
”besok makan apa, atau besok makan siapa, atau besok dimakan siapa” inilah yang
sehari-hari ada didepan mata kita.Untuk sebagian besar Rakyat kita kemungkinan besar berfikiran perubahan iklim memang kehendak Nya, perubahan iklim menurut sebagian besar Rakyat kita tidak ada kaitannya dengan kesalahan manusia, kalau pun ada kaitannya dengan kesalahan manusia hal yang demikian ini tidak usah dikaitkan dengan hak Rakyat yang sekedar berfikiran untuk makan esok hari. Kemungkinan besar rakyat Indonesia akan faham, menghayati, mengamalkan dampak dari Climate Change, Global Warming bila para penyelenggara negara, pejabat negara, partai politik sudah tidak berfikiran lagi untuk menyalahgunakan kekuasaan (korupsi), karena berfikiran menyalahgunakan kekuasaan ini sama saja berfikiran ”besok dimakan siapa atau besok makan siapa”, sedangkan kalau hanya ” soal makan memakan” negara kita hampir dapat dipastikan kalah dengan negara-negara yang menjadi penyebab utama terjadinya Climate Change dan Global Warming. Jadi, sebagian masyarakat Indonesia masih cenderung apatis dengan pemanasan global karena mereka tidak merasa berada didalam masalah tersebut padahal hal tersebut sangat krusial.
Penyebab utama terjadinya Global Warming, berawal dari REVOLUSI INDUSTRI. Sebagaimana diketahui bersama Revolusi Industri adalah perubahan teknologi, sosioekonomi, dan budaya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang terjadi dengan penggantian ekonomi yang berdasarkan pekerja menjadi yang didominasi oleh industri dan diproduksi mesin. Revolusi ini dimulai di Inggris dengan perkenalan mesin uap (dengan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar) dan ditenagai oleh mesin (terutama dalam produksi tekstil). Perkembangan peralatan mesin logam-keseluruhan pada dua dekade pertama dari abad ke-19 membuat produk mesin produksi untuk digunakan di industri lainnya. Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri II pada sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan perkembangan kapal tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut perkembangan mesin bakar dalam dan perkembangan pembangkit tenaga listrik. Efek budayanya menyebar ke seluruh Eropa Barat dan Amerika Utara, kemudian mempengaruhi seluruh dunia. Efek dari perubahan ini di masyarakat sangat besar dan seringkali dibandingkan dengan revolusi kebudayaan pada masa Neolitikum ketika pertanian mulai dilakukan dan membentuk peradaban, menggantikan kehidupan nomadik.Istilah "Revolusi Industri" diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Akibat dari percepatan dan kecepatan Revolusi Industri dalam kurun 3 abad maka terjadilah PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING) , yang sekarang ini justru menjadi sebuah ancaman besar bagi Negara -negara yang memanfaatkan Revolusi Industri tersebut.
Bagi negara-negara yang pandai memanfaatkan Revolusi Industri , pembagian tugas / peran serta koordinasi antara pemerintah/ negara, perusahaan swasta, serta masyarakat sangatlah jelas dan terukur yakni dalam ukuran –ukuran yang sifatnya materiil, oleh karenanya sebagai sebuah bangsa bila kita hendak memainkan peran sebagai dalam kancah Climate Change dan Global Warming ini, kita tidak boleh hanya memainkan hal-hal yang sifatnya materiil tapi juga memainkan peran kita dibidang non materiil, seperti peran kita dalam hal kerukunan antar umat seagama dan umat beragama, peran/ kekuatan budaya, peran kekuatan sosial, peran kearifan lokal.
Untuk mengetahui seberapa besar ukuran Climate Change dan Global Warming, Perserikatan Bangsa Bangsa melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menggunakan sarana penglolaan yang disebut Clean Development Mechanism / CDM, dengan menggunakan metode pengelolaan CDM diharapkan dapat dihitung dan dianalisa secara matematis berapa perkiraan besarnya kerusakan alam yang mengakibatkan terjadinya perubahan cuaca dan pemanasan dunia, apa saja sarana memperbaiki kerusakan alam tersebut, berapa besarnya biaya yang harus disediakan untuk memperbaikinya, siapa yang memperbaiki, dimana saja yang harus diperbaiki, apa saja yang harus diperbaiki, apa saja bahan pengganti untuk memperbaiki. Hitung-hitungan dari UNFCCC tersebut adalah hitungan matematis, hitungan ekonomi, hitungan dan pendekatan materi, tidak ada hitungan filosofi, hitungan budaya, hitungan sosial, hitungan kearifan lokal, hitungan moral dan hitungan spiritualnya.
Bila Global Warming atau Climate Change kita sebut titik jenuh atau titik puncak dari Revolusi Industri maka yang terjadi sepanjang perjalanan Revolusi Industri sampai ketitik puncaknya adalah kesejahteraan untuk sebagian kecil akan tetapi kesengsaraan bagi sebagian besar.
Indonesia contohnya negara yang kaya akan sumber daya alam nya, strategis letak geografisnya, tinggi falsafah hidup bangsanya, karena elitnya terjebak dalam pengaruh yang maju karena terjadinya Revolusi Industri, dalam 60 tahun merdeka yang terjadi justru proses pemiskinan yang tersistimatis, proses penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi yang tersistimatis, entah dengan dalih baru merdeka, entah dengan dalih stabilitas pembangunan, entah dengan
dalih demokrasi, keterbukaan , dan penegakan HAM , yang jelas dan pasti faktanya selama 60 tahun bangsa ini merdeka, secara tidak sadar bergeser dari falsafah bangsanya sendiri yakni Pancasila. Global Warming untuk negara seperti Indonesia bukanlah kebutuhan utamanya.
Untuk masyarakat pengguna minyak tanah mengganti minyak tanah dengan gas bukan isue utama, isue utama adalah minyak tanah atau gas murah dan mudah didapat., sedangkan untuk masyarakat yang sekedar memasak menggunakan kayu bakar jangan dituduh menjadi penyebab utama ilegal loging sebab untuk sekedar memasak nasitidak mungkin memotong kayu menggunakanbuldozer.
Jika Indonesia ikut andil dalam hal ini, tentu hal ini merupakan hal yang diharapkan, yang penting bagaimana pendekatan Clean Development Mechanismnya, cara negara-negara yang materialistis atau cara Indonesia yang sangat filosofis dan untuk menjelaskan pendekatan filosofis ini pada negara-negara yang materialistis tersebut, peran negara saja tidak cukup, akan tetapi peran setiap warga negara untuk saling menjelaskan baik secara internal maupun external bahwa untuk melibatkan Indonesia dalam Global Warming pendekatan Clean Development Mechanism/ CDM nya, adalah pendekatan CDM cara Indonesia yakni pendekatan CDM yang menganut filosofi kebangsaan kita yakni pendekatan sila-sila dalam Pancasila , hal ini lah yang terlebih dahulu diketahui dan disadari oleh kita semua, diperkirakan bila pendekatan hanya mutlak dari dari negara-negara yang materialistis yang kita hadapi justru CDM konflik saja, baik konflik antar kita maupun konflik antar negara yang materialistis sebagaimana yang terjadi sebelum / pra Revolusi Industri .
CDM melalui pendekatan sila-sila dalam Pancasila haruslah dihayati terlebih dahulu oleh kita sendiri baru kemudian kita dialektikakan dengan negara-negara lain kalau mau bekerja sama dengan Indonesia dibidang Climate Change dan Global Warming disinilah letak posisi tawar kita sebagai sebuah bangsa dan negara yang berdaulat.Momentum mempraktekan Pancasila dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara datang bersamaan dengan Clean Development Mechhanism yang ditawarkan UNFCC
Komentar
Posting Komentar