“Traditional budgeting systems only
present little information to decision makers, usually it estimate the
forthcoming expenditure based on the previous budgeting plan. With the numerous
weakness that traditional budgeting offers, sector public organizations
consider that these tools are not able to help them achieve goals more
effectively”
Terhadap pernyataan
diatas saya Setuju, karena dalam anggaran dalam pendekatan tradisional hanya
menggunakan orientasi input daripada output.
Apakah anda setuju
dengan pernyataan bahwa : “Sistem
penganggaran tradisional yang digunakan oleh sektor publik hanya memberikan
sedikit informasi bagi pembuat keputusan?”
Secara umum kami
berpendapat setuju, karena hal itu memang terjadi. Sistem penganggaran
tradisional lebih didominasi oleh penyusunan anggaran yang bersifat line-item (metode ini tidak memungkinkan
untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam
stuktur anggaran) dan incrementalism
(hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang
sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar),
konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Sehingga
berdampak pada adanya jurang perbedaan antara hal yang dianggarkan dengan
kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat.
Selain itu, sistem penganggaran
tradisional yang menggunakan cash based
sistem berdampak pada kurangnya perhatian terhadap konsep value for money.
Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi
kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada
aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Dengan
demikian tidak tercapai tujuan efektivitas dan efisiensi anggaran yang
diinginkan.
Beberapa kelemahan
penganggaran tradisional (Mardiasmo,2009) :
-
Hubungan yang tidak
memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka
panjang.
-
Pendekatan incremental
menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh
efektivitasnya.
-
Lebih berorientasi pada
input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak
dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumber daya,
atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis
dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
-
Sekat-sekat antar
departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai.
Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
-
Proses anggaran terpisah
untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
-
Anggaran tradisional
bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu pendek, terutama
untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak
diinginkan (korupsi dan kolusi).
-
Sentralisasi penyiapan
anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya
perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary
slack.
-
Persetujuan anggaran
yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk
pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan
’manipulasi anggaran.’
-
Aliran informasi
(sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme
pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
Dalam Mardiasmo (2009)
untuk mencapai pencapaian penganggaran yang efektif dan efisien bagi sektor publik, dapat menggunakan
pendekatan New Era Management.
Pendekatan ini memberikan solusi untuk mengurangi kelemahan yang terdapat pada
penganggaran tradisional. Berikut beberapa teknik penganggaran antara lain :
1. Performance Budgeting.
Merupakan sistem
yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai
instrument untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran
kinerja dalam menyusun anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan
struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatannya
mencakup penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program,
serta penentuan indikator
kinerja digunakan sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan program yang telah
ditetapkan.
2. Zero Based Budgeting.
Dalam proses penganggaran ini diasumsikan
mulai dari nol. ZPB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu, namun
penganggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Item anggaran yang tidak
relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan dari organisasi dapat dihilangkan
atau dapat muncul item baru. Proses dari impelmentasi ZBB terdiri atas 3 tahap,
antara lain
a. Identifikasi
unit-unit keputusan.
Dalam
ZPB setiap unit organisasi adalah pusat pertanggungjawaban yang dapat membuat
keputusan dan salah satu tugasnya adalah membuat anggaran. Suatu unit keputusan
adalah kumpulan unit-unit untuk keputusan yang kecil-kecil. Setelah adanya
identifikasi maka tahap berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan
unit keputusan dan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Penentuan
paket-paket keputusan.
Paket
keputusan merupakan gambaran menyeluruh mengenai bagian dari kegiatan organisasi
atau fungsi yang dievaluasi oleh secara individual. Paket keputusan dibuat oleh
kepala pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi
biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan
perolehan manfaat.
Paket
keputusan ini dibedakan menjadi dua macam : Paket keputusan mutually-exclusive (paket-paket
keputusan yang memiliki fungsi yang sama) dan Paket keputusan incremental (merefleksikan tingkat usaha
yang berbeda dalam melaksanakan aktivitas tertentu.
c. Meranking
dan mengevaluasi paket keputusan.
Merupakan
proses meranking dari tiap-tiap paket keputusan berdasarkan manfaat terhadap
organisasi.
3.
Planning,
Programming and Budgeting sistem (PPBS)
Teknik
penganggaran berdasarkan teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan
dengan alokasi sumberdaya berdasarkan analisis ekonomi sebagai penekanan utama.
Referensi:
Mardiasmo.
2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit:Andi,Yogyakarta edisi ke-empat.
Bappenas.go.id
Pendapat kami tentang pernyataan “Proses penganggaran
pada sektor publik memiliki karakteristik yang berbeda dengan penganggaran
sektor swasta. Perbedaan tersebut terutama adalah adanya pengaruh politik dalam
proses penganggaran” (Mardiasmo, 2004: 57), kami setuju dengan pernyataan
tersebut karena proses penganggaran pada sektor publik
adalah suatu bentuk penganggaran terkait
dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap divisi atau
kegiatan. Pembedaan antara anggaran sektor publik dengan anggaran sektor swasta
adalah terletak pada fokus tujuan yang
dicapai. Pada sektor swasta lebih menitikberatkan untuk mendapatkan keuntungan
dari hasil usaha semaksimal mungkin dengan biaya seminimal mungkin, sementara,
untuk anggaran sektor publik lebih terarah pada kesejahteraan masyarakat. Dari sisi
transparansi anggaran untuk publik,
Menurut Mardiasmo (2009) dalam penganggaran pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai
bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislative atas penggunaan dana
publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukansekedar masalah teknis, tetapi
juga merupakan alat politik. Sedangkan dalam penganggaran sektor swasta tidak
terdapat unsur politik di dalamnya karena sifatnya tertutup.
Pendapat akan hal itu,
penganggaran dalam sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia
perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik
anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik,
didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas
atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai
dengan uang publik.
Contoh realitas di lingkungan mengenai
pengaruh politik terhadap proses anggaran
antara lain:
·
Pembagian proses APBN
untuk masing-masing sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
·
Pembagian subsidi untuk
masyarakat kurang mampu, seperti BLSM, subsidi BBM, dan lain-lain.
·
Rapel / kenaikan gaji
pegawai
·
Cara lain yang ditempuh
adalah melalui lobi. Lobi ini biasanya dilakukan oleh anggota-anggota fraksi
tertentu yang melobi pemerintah yang dalam hal ini mempunyai wewenang sebagai
penentu anggaran. Lobi ini ada yang sifatnya menuntut kenaikan anggaran, tetapi
juga ada yang sekedar ingin mengetahui hasil perhitungan anggaran yang dibuat
pemerintah yang sebenarnya sifatnya masih rahasia. Anggota fraksi yang melobi
itu sudah puas, karena di dalam rapat-rapat anggaran di DPR-RI, praksi itu
sudah dapat dengan lantang mengatakan bahwa kenaikan anggaran tersebut sesuai
dengan perhitungan fraksinya, padahal hasil tersebut karena akibat
“ngintip-ngintip” saja. Dengan demikian fraksi yang bersangkutan mendapat angka
prestasi tambahan lagi.
·
Seperti sudah
dikemukakan, pengaruh politik dalam anggaran negara tersebut bukan hanya
terjadi pada penyusunannya, tetapi juga pada prosesnya. Proses anggaran yang
dimaksud adalah dari tingkat usulan sampai tingkat pelaksaanaan dan penilaian.
Campur tangan anggota legislatif tidak lepas dari keikut sertaan mereka dalam
setiap pertemuan kordinasi antara departemen teknis, Bappenas, dan Departemen
Keuangan.
·
Ada hubungan dekat,
semisal klien, keluarga, ada hubungan darah, dan sebagainya.
·
Penentuan UMR untuk
masing-masing daerah. Berbeda satu sama lain.
Referensi
:
Mardiasmo.
2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit:Andi,Yogyakarta edisi ke-empat.
Akuntansi
Sektor
Publik di Indonesia. Edisi
pertama. Dr. Indra Bastian, M.B.A, BPFE Yogyakarta, 2001
Komentar
Posting Komentar