Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi
memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui kegiatan usaha
(investasi, jual beli atau lainnya)
berdasarkan prinsip syariah Islam. Secara makro, bank syariah
memposisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam mendukung dan memainkan
kegiatan investasi di dalam masyarakat dan sekitarnya. Disatu sisi bank syariah
mendorong dan mengajak kepada masyarakat untuk ikut aktif berinvestasi melalui
berbagai produk di bank syariah. Selain itu, secara mikro bank syariah
merupakan lembaga keuangan yang menjamin seluruh aktivitas operasinya, termasuk
produk dan jasa keuangan yang ditawarkan telah sesuai prinsip Syariah.
Berbeda dengan produk dan jasa keuangan bank
konvensional, produk dan jasa keuangan bank syariah tidak terlepas dari jenis
akad yang digunakan. Akad merupakan ikatan, keputusan, penguatan, perjanjian,
atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan
nilai-nilai Syariah.
Salah satu jenis transaksi dari bank syariah adalah bagi
hasil yang terdapat 2 produk yaitu mudharabah
dan musyarakah. Dengan cara ini
bank syariah dan pengusaha berbagi resiko usaha yang saling menguntungkan dan
adil. Agar bank syariah dapat berperan aktif dalam kegiatan usaha dan
mengurangi kemungkinan resiko, seperti moral hazard, maka bank dapat memilih untuk menggunakan akad musyarakah. Musyarakah atau syirkah
merupakan akad kerjasama yang terjadi diantara para
pemilik modal (mitra musyarakah)
untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan
kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Prinsipnya adalah
al-ghunn bi’l-ghurm atau al-kharaj
bi’l-daman yang berarti bahwa tidak ada bagian keuntungan tanpa ambil
bagian dalam resiko (Al-Omar dan Abdel-Haq, 1996). Aplikasi di perbankan
biasanya dalam bentuk pembiayaan proyek dan modal ventura (patungan).
Sebelum melakukan kegiatan pengelolaan usaha, tentu
antara 2 pihak ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi:
a.
Pertama,
Ijab dan Qabul
Ijab Qabul harus dinyatakan
oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
)akad)
b.
Kedua,
Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum
c.
Obyek
akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian)
Semua ketentuan tentag modal,
kerja, keuntungan, dan kerugian ditulis saat akad sehingga mempunyai suatu
landasan dalam melakukan kegiatan usaha
d.
Biaya
operasional yang dipersengketakan
Dalam musyarakah terdapat 2 macam
syirkah :
Pertama,
Syirkah Hak Milik (Syirkatul Amlak’) : persekutuan antara
dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salh satu sebab
kepemilikan, seperti jual beli, hibah atau warisan.
Kedua, Syirkah
Transaksional (Syirkatul Uqud) : akad
kerjasama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan.
Syirkah transaksional menurut mayoritas ulama terbagi
menjadi beberapa bagian berikut:
·
Syirkatul 'Inan: yakni
persekutuan dalam modal, usaha dan keuntungan. Yaitu kerjasama antara dua orang
atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang
mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. Jadi modal berasal
dari mereka semua, usaha juga dilakukan mereka bersama, untuk kemudian
keuntungan juga dibagi pula bersama.
·
Syirkatul Abdan (syirkah
usaha). Yakni kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan
oleh tubuh mereka, seperti kerjasama sesama dokter di klinik, atau sesama
tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu pekerjaan.
·
Syirkatul Wujuh Yakni
kerjasama dua pihak atau lebih dalam keuntungan dari apa yang mereka beli
dengan nama baik mereka. Tak seorangpun yang memiliki modal. Namun
masing-masing memilik nama baik di tengah masyarakat. Mereka membeli sesuatu
(untuk dijual kembali) secara hutang, lalu keuntungan yang didapat dibagi
bersama.
·
Syirkatul Mufawadhah. Yakni
setiap kerjasama di mana masing-masing pihak yang beraliansi memiliki modal,
usaha dan hutang piutang yang sama, dari mulai berjalannya kerja sama hingga
akhir. Yakni kerja sama yang mengandung unsur penjaminan dan hak-hak yang sama
dalam modal, usaha dan hutang.
ALUR TRANSAKSI MUSYARAKAH
·
Pertama,
pengajuan permohonan investasi musyarakah oleh nasabah dan dilakukan evaluasi
5C oleh bank. Bila lolos verifikasi, maka kontrak dibuat dihadapan notaris.
·
Bank
dan nasabah mengkontribusikan modal masing-masing dan nasabah sebagai mitra
aktif mulai mengelola usaha.
·
Hasil
usaha dievaluasi dan keuntungan dibagi sesuai porsi yang disepakati.
·
Masing-masing
mitra menerima porsi masing-masing berdasar metode yang disepakati.
·
Bank
menerima pengembalian modal dari nasabah dan usaha menjadi milik sepenuhnya
nasabah.
PELAKSANAAN MUSYARAKAH
Dalam hal pembiayaan kepada pihak pengusaha, banyak pihak
berpendapat bahwa jenis transaksi musyarakah
bersifat superior terhadap transaksi mudharabah
karena adanya kesempatan bagi pemilik dana untuk melakukan pengawasan serta
adanya kewajiban pihak pengusaha untuk berpartisipasi dalam permodalan akan
berpotensi menurunkan intensitas moral hazard
dalam melakukan usahanya.
Dalam perjanjian kontrak bagi hasil, jumlah yang menjadi
dasar pembagian dapat bervariasi: berdasarkan profit dan loss atau revenue.
Yang menjadi issue utama dalam pemilihan tersebut adalah pengakuan atas
biaya-biaya yang muncul pada proses usaha ketika standarisasi akuntansi akan
menjadi salah satu pertimbangan utama. Pada situasi ketika standarisasi
akuntansi sudah dapat diterapkan dengan baik, penerapan profit and loss akan semakin mudah diterapkan. Sebaliknya, jika
standar akuntansi belum dapat diimplementasikan dengan baik, maka kedua belah
pihak akan berpotensi untuk menghadapi perselisihan akibat perbedaan persepsi
yang terjadi. Selain itu, pemilihan basis bagi hasil akan sangat bergantung
pada tingkat preferensi resiko dari pihak-pihak yang berkontrak.
Pada transaksi yang memilih revenue sharing, pendapatan pemegang modal hanya akan bergantung
pada tingkat ketidakpastian usaha, sementara tingkat pendapatan bagi mudharib (pengelola modal) akan
bergantung pada tingkat ketidakpastian dari kondisi usaha serta biaya-biaya
yang timbul dalam proses realisasi kegiatan usaha tersebut. Dengan kata lain,
perjanjian dengan sistem revenue sharing
memiliki tingkat ketidakpastian/resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
kontrak profit and loss sharing jika
dilihat dari sisi shahibul maal
(pemilik dana).
KENDALA
MUSYARAKAH
Musyarakah dalam kenyataannya, perbankan syariah di
Indonesia mempraktikkan pembiayaan musyarakah yang tidak sama persis dengan
konsep klasik musyarakah. Berikut kendala penerapan pembiayaan Musyarakah di
Indonesia.
Kendala
|
Alternatif
solusi
|
Kesulitan menarik kembali dana apabila terjadi wan prestasi
|
Menyewa konsultan appraisal untuk menilai aset yang masih tersedia untuk
dikembalikan kepada bank
|
Kesulitan perhitungan keuntungan bagi hasil karena cicilan pengembalian
dana
|
Harus ada kesepakatan dana pokok yang dicicil oleh nasabah menjadi
tabungan beku, yang tidak diakui sebagai cicilan pokok
|
Tidak boleh ada jaminan
|
Mencari jaminan dari pihak ketiga
|
Beberapa penyimpangan yang harus diperhatikan dalam
pembiayaan musyarakah :
a. Kurangnya
informasi dari pihak bank untuk menjelaskan secara penuh esensi dari pembiayaan
musyarakah dan keterangan lain yang berkaitan dengan keberadaan produk
tersebut.
b. Dalam
proses permohonan pembiayaan musyarakah, titik berat analisis masih lebih
terfokus pada analisis kemampuan bayar dan keberadaan jaminan. Jadi, kesan
utang piutang masih lebih kuat terasa dibandingkan kesan investasi.
c. Tingkat
efektif pengenaan denda dalam pembiayaan musyarakah yang dikaitkan atau
disamakan dengan tingkat efektif nisbah bagi hasil dikhawatirkan akan tergolong
pada riba fadhal
AUDIT
MUSYARAKAH
Audit syariah dalam masa kini memiliki kunci penting karena mulai ada kesadaran yang
tumbuh di kalangan lembaga keuangan islam yang setiap lembaga tersebut mulai
sadar untuk dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Hukum islam
yang Maq’asid Ash-Syariah (Shahul dan Yaya, 2005). Dalam kaitannya dengan hal
ini, ada kebutuhan dari lembaga tersebut untuk memiliki audit dalam tataran
syariah yang teratur dan independen. Konsep audit syariah harus diperluas ke
berbagai kegiatan yang berkaitan dengan sistem,
produk, karyawan, lingkungan, dan masyarakat, yang keseluruhannya terkait
dengan suatu lembaga (Syed Alwi, 2007).
Ada suatu kebutuhan
untuk mengembangkan audit syariah yang berguna untuk memastikan efektivitas
tujuan dari hukum kepatuhan
terhadap prinsip syariah yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi
positif terhadap ummat (masyarakat) pada umumnya. Karena itu, disini mencoba untuk memeriksa apakah praktek audit syariah
saat ini telah sesuai dengan perspektif Islam bila dibandingkan dengan apa yang
diharapkan.
Menyadari konsekuensi mengadopsi kerangka
audit konvensional yang dibatasi dalam ruang lingkup praktek audit di
lembaga-lembaga Islam harus memiliki perspektif yang berbeda. Keberadaan
lembaga-lembaga ini didasarkan pada prinsip-prinsip Islam dengan tujuan utama
mencapai maslahah kepada umat melalui keadilan social dan ekonomi. Dikatakan
bahwa peran auditor syariah, berbeda dan lebih luas daripada peran auditor
dalam organisasi konvensional (Banaga et al, 1994). Hal ini karena telah
diperluas untuk mencakup kepatuhan dengan syariah. Selain itu, juga adanya
pendapat bahwa karena organisasi islam yang seharusnya beroperasi di bawah
pandangan dunia islam, mereka mungkin perlu jenis akuntansi dan system audit
yang berbeda (Khan, 2001). Mereka diharapkan untuk melayani kebutuhan
masyarakat islam yang focus dan prioritas yang berbeda dengan pandangan dunia
lain. Namun pada kenyataannya banyak organisasi islam yang masih bergantung
pada kerangka kerja audit konvensional untuk tujuan audit yang terbatas dalam
ruang lingkup.
Ada empat isu utama
yang berkaitan dengan perbedaan praktek audit yang disorot dalam tulisan ini, dalam hal ini dengan produk
syariah, musyarakah:
1. Kerangka kerja
Mengenai kerangka
audit syariah, pemilihan salah satu teknik untuk mendapatkan kepuasan yang
lebih menguntungkan sesuai dengan keadaan, juga akan mempengaruhi konsistensi
dan prediktabilitas dari aturan fiqih.
Mengingat bahwa IFI dimulai dengan tujuan menguntungkan masyarakat, konflik
muncul ketika Negara telah sangat dipengaruhi oleh sistem hukum
barat, baik dalam penggunaan standar akuntansi ataupun kode sipil dan
komersial. Tidak adanya pedoman dan standar audit syariah adalah masalah utama
yang dihadapi saat ini oleh kerangka audit syariah. Auditor yang professional
perlu mengikuti standar, namun standar mengenai audit syariah ini sendiri masih
sangat kurang.
Kebanyakan, IFI
menggunakan kerangka audit konvensional karena ketidaktersediaan kerangka audit
syariah meskipun mayoritas responden dirasakan bahwa ada kebutuhan untuk audit
syariah menjadi berbeda dari kerangka konvensional.
2. Ruang lingkup
Berkaitan dengan
ruang lingkup, ada bukti perhatian publik
tentang apa yang sedang dicapai dalam audit atas laporan akuntansi dan
keuangan. Ada juga tekanan dari beberapa pihak untuk berbagai jenis audit. Hal
ini melibatkan meningkatnya dukungan orang-orang yang mengklaim akan menuntut
audit social untuk melaporkan perilaku social dan kinerja organisasi dalam semua
hubungan mereka dengan masyarakat, individu, dan organisasi lainnya.
Dengan menunjukkan
keinginan untuk memperluas ruang lingkup audit syariah, kurangnya keahlian,
spesifikasi, dan definisi pada ruang lingkup praktek audit syariah menyangkut
tulisan ini. Hal ini tampaknya menjadi alasan adanya kesenjangan. Dengan
mentalistik yang masih kapitalistik dan kurangnya kesadaran tentang audit
social adalah beberapa alasan untuk tidak mendukung untuk memperluas ruang
lingkup. Jadi timbullah kesenjangan dalam hal ini.
3. Kualifikasi
Berkaitan dengan
kualifikasi auditor syariah, ditemukan adanya perbedaan antara yang diinginkan
dengan kualifikasi sebenarnya auditor syariah dengan proporsi yang memenuhi
syarat. Auditor syariah diharapkan untuk mencerminkan tanggung
jawab dan akuntabilitas, tidak hanya untuk manajemen dan stakeholder, tetapi
lebih penting bagi Allah.
4. Independensi
Dalam kasus
independensi, integritas auditor syariah lebih ditingkatkan oleh harapan
orang-orang yang memiliki minat dalam IFI untuk auditor syariah akan cukup
mandiri untuk memberikan pendapat dalam hal yang syariah-compliant di semua
aspek. Dalam situasi di mana tanggung jawab dan social, audit harus diterapkan
sebaik mungkin. Ini adalah fungsi social audit dalam IFI untuk manfaat dari
umat yang menciptakan kebutuhan untuk independensi auditor.
Potensi
penuh dari seorang auditor tidak dapat direalisasikan jika mereka tidak
sepenuhnya benar-benar independen, karena tujuan social akan menjadi
kefrustrasian. Hasilnya menunjukkan signifikansi perbedaan antara yang
diinginkan dan praktek yang sebenarnya.
KESIMPULAN
Audit syariah dalam hal
musyarakah untuk saat ini masih mengalami berbagai kendala. Diantaranya,
standar audit syariah masih mengacu kepada standar akuntansi konvensional.
Tentu hal ini menjadi polemik yang sangat mendasar bagi para auditor di bidang
syariah. Penulis disini memberikan masukan supaya standar audit syariah perlu dibuat karena syariah dan konvensional merupakan 2 hal
yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya. (2007). Akad
& Produk Bank Syariah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Muhammad, Rifqi. (2010). Akuntansi Keuangan Syariah,
Konsep dan Implementasi PSAK Syariah. Yogyakarta: P3EI Press
Sulaiman,
Maliah. 2005. Islamic Corporate Reporting: Between the Desirable and the
Desired. Research Centre, IIUM.
http://victoryace.blogspot.com/2012/01/akuntansi-transaksi-investasi.html
BalasHapusSaya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.
Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.
saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan
Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)
Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)
mantap sekali ukh isi blog-nya.
BalasHapusbagaimana kalau antum sendiri yang mencanangkan untuk dibuatkannya audit syariah :)
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus